Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.....
Alhamdulillah atas segala kenikmatan tak terhitung oleh akal manusia, tak terdeteksi oleh tekhnologi yang paling mutakhir dan tak dapat dibeli dengan dunia sekalipun, yang telah Allah karuniakan kepada hamba-hambaNya yang bersyukur.
Sholawat beserta keselamatan pula semoga senantiasa Allah curahkan pada rosul Muhammad saw, uswah hasanah bagi seluruh umat, penutup para nabi dan rosul yang tak ada lagi nabi dan rosul setelah beliau, begitu pula pada para sahabat yang mulia, tabiin, tabiut tabiin dan para mu'minin yang komitmen dalam ajaran dan sunah-sunah beliau saw.
Allah ta'la berfirman dalam Q.S. Al Hujurat : 10
“sesungguhnya orang-orang yang beriman (mu'minin) itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian mendpat rahmat.”
Rasulullah saw juga pernah bersabda yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik
“Tidaklah sempurna iman salah seorang diantara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaiman ia mencintai dirinya sendiri.” H.R. Bukhori dan Muslim
sedikit cerita ni sobat, tapi gak cerita dongeng palagi cerita romantis, hehe....., cerita latar belakang mengapa sih blog ini diberi tema “SIMPUL UKHUWAH”. Kenapa gak diberi tema yang lebih keren dan gaul kayak blog-blog yang lagi pada naik daun akhir-akhir ini (kayak ulat ijo aja, sukanya naik daun...). Karena memang tujuan kami ikut-ikutan mejeng didunia bukan hanya sekedar pengen populer palagi cuma ikutan tren (narsis amat yach....?) tapi karena status kami sebagai seorang tholibul ilmi Assyar'iy, maka keiginan kami untuk berdakwah melalui media yang paling mudah menjangkau kalangan para remaja. Tema “simpul uhuwah”' sendiri muncul dari sebuah keprihatinan ketika melihat keadaan kaum muslimin hari ini, baik muda ataupun yang tua kalangan ulama ataupun masyarakat awam yang sudah terlalu jauh diadu domba oleh musuh islam namun kita semua kurang menyadarinya. Masyarakat islam saat ini sudah terlalu bingung dalam menempatkan “wala' dan bara'nya (loyalitas dan permusuhan)”. Kepada orang yang memusuhi agamanya malah membangga-banggakan, akan tetapi kepada saudaranya seiman yang menjalankan Syari'at justru mencela dan menuduhnya dengan tuduhan negativ. Kalau gak sekarang kapan lagi? Mari kita bergandeng tagan, satukan langkah dan kuatkan kembali simpul ukhuwah kita yang telah lama pudar. Karena dengan kesatuan dan persaudaraanlah kita mampu melawan musuh-musuh islam yang dholim. Maka benar apa yang menjadi selogan para pejuang nasional Indonesia dulu “Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”.
Ikhwati Fillah.......
Begitu diperhatikannya masalah ukhuwah (persaudaraan) dalam islam, sehingga kecintaan seorang muslim dengan uslim lainnya sebagaiman kecintaannya terhadap dirinya sendiri menjadi syarat kesempurnaan Iman. Sekilas kita memandang remeh urusan hubungan persaudaraan, akan tetapi kalaulah kita memandangnya lebih jauh da dalam niscaya akan kita dapatkan betapa besar faedah dari sebuah hubungan persaudaraan dalam islam.
Umat Muslim bersaudara. Itu adalah ajaran dan satu-satunya ikatan yang mulia yang pernah ada. Ikatan yang mengalahkan bermacam-macam ikatan yang ada di antara manusia sebelumnya. Ikatan kesukuan, nasionalisme, organisasi, dan berbagai ikatan priomordialis adalah ikatan yang bertendensi pada keduniawian. Sedngkan ikatan ukhuwah islamiyah adalah ikatan yang paling langgeng selama salah seorang diantara ikhwah tersebut tidak keluar dari syari'at dan ketentuan Allah, karena memang tendensi persaudaraan mereka adalah demi mendapat keridhoan Allah dan kecintaan karena Allah.
Ikhwati fillah …...
Sebelum kedatangan Islam barangkali orang tidak pernah dapat membayangkan bagaimana caranya mempersatukan hati dan pikiran seluruh umat manusia. Bagaimana bisa seorang yang berkulit hitam dapat bersaudara dengan yang berkulit putih, kuning atau merah?. Bahasa mereka berbeda, asal suku bangsa mereka juga berbeda, entah bagaimana cara mempertautkan seluruh hati mereka. Sebuah hal yang terlalu rumit bagi manusia yang memang kemampuan berpikirnya serba terbatas.
Pihak musuh-musuh islampun mencari celah dan kelemahan umat islam pada perbedaan dan pertikaian dengan cara mengadu domba antar ras, suku, golongan bahkan antar sesama suku dan golongan sendiri. Romawi menaklukkan separuh dunia untuk kemudian menciptakan kelas-kelas sosial menurut keturunan dan suku bangsa. Demikian pula Persia. Jazirah Arab, tempat kelahiran Islam, pun pernah tenggelam dalam hiruk pikuk konflik antar kabilah. Pada abad modern Perang Dunia meletus sebanyak dua kali lagi-lagi demi alasan nasionalisme; Jepang dengan Nipponnya, Hitler dengan Nazinya, Mussolini dengan Fasismenya, dan sekutu dengan kebanggaan aliansi sekutunya.
Padahal seluruh perbedaan-perbedaan itu ada yang bersifat alamiah sebagai kehendak Allah dan qodrat bagi masing-masing orang. Ketika kita lahir ke alam dunia tidak pernah sedikitpun terbersit dalam benak kita untuk lahir dalam keadaan misalkan; berkulit coklat, bermata sipit, berbahasa Melayu, dsb. Seluruhnya adalah alamiah karena itu menjadi menjadi tidak adil jika kemudian dipermasalahkan. Bagaimana bisa seorang kulit putih merasa lebih mulia dari orang lain hanya karena warna kulitnya? Bukankah ‘kebetulan’ saja ia terlahir dengan kulit putih. Ah, itulah lemahnya manusia, hampir selalu ego-nya mengalahkan akal sehatnya.
Allah ta'ala berfirman :
“Sesungguhya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah adalah yang paling bertaqwa.” Q.S. Al Hujurot : 13
“Tidak ada keutamaan antara orang Arab dibandingkan orang Ajam (non-Arab), dan antara orang Ajam dengan orang Arab. Juga tidak ada keutamaan antara orang berkulit putih dibandingkan dengan orang berkulit hitam, juga tidak ada keutamaan antara orang berkulit hitam dibandingkan dengan orang berkulit putih, kecuali dengan taqwa.”(al hadits)
Dengan bahasa yang indah Allah swt memerintahkan kita untuk tidak merasa lebih ‘tinggi’ dibandingkan orang lain hanya karena perbedaan-perbedaan alamiah tersebut. Karena Semata takwa yang membedakan seorang manusia dengan manusia yang lain dihadapan Allah. Dengan falsafah hidup kebersamaan dan kesetaraan itu, Islam telah memberikan solusi dari segala perbedaan.
And then, apakah kita siap menerima konsekuensi dari sebuah ukhuwah Islamiyyah? Siapkah kita untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan seluruh saudara-saudara kita seiman? Siap jugakah kita untuk menerima segala macam perbedaan — baik fisik maupun pemikiran (dalam hal selain Aqidah) – dengan mereka yang berada di luar rumah kita, bahkan tanah air kita? Siap jugakah kita untuk tidak mendzalimi sesama muslim, tidak menyerahkannya pada musuh, dan untuk tidak membicarakan kejelekan mereka? Dan banyak lagi hak dan kewajiban sesama muslim yang harus kita kerjakan sebagai bukti cinta kita pada saudara seiman kita.
“Belum sempurna iman seseorang sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” H.R. Bukhori & Muslim.
Sobat , terlalu sering kata ukhuwah terdengar di telinga kita, bahkan keluar dari bibir kita,? padahal mungkin kita sendiri belum memahami tanggung jawab dari sebuah ukhuwah.
Bagi mereka yang setiap hari bergelut dengan dakwah dan syiar Islam, juga tidak ada salahnya merenung; sudahkah ukhuwah itu menjadi bagian dari kehidupan kita ataukah hanya sekedar rangkaian kalimat indah dalam ceramah dan tulisan kita. Atau jangan-jangan ukhuwah itu hanya berputar pada kelompok kita saja (itupun menurut persepsi kita), tidak pada yang lain.
Dulu kita sering mendengar sesama ustadz ( panggilannya sih gitu) saling mencaci, menghujat dan menghina hanya karena persoalan qunut, jumlah rakaat shalat tarawih, dan berbagai macam perbedaan furu' lainnya. Perbedaan yang tidak pernah menyeret para ulama-ulama terdahulu masuk ke dalam keributan, apalagi permusuhan. Kini, ukhuwah juga sering terpecah dengan perbedaan kelompok pengajian, bendera partai, atau syeikh. Seorang kawan pernah bercerita dengan sedih bahwa ia dikucilkan oleh kawan-kawannya sesama aktivis pengajian hanya karena ia mengaji pada ustadz yang tidak sepaham dengan ustadz mereka. Seorang kawan lagi dengan kesal bercampur kecewa bercerita bahwa ia sering mendapat fitnah dari sesama aktivis muslim – yang menjadi kawan dekatnya – karena berbeda dalam mengambil madzhab yang berbeda dengan kawan-kawannya.
Ikhwatiy....
Sadarkah kita bahwa menerima ukhuwah berarti juga harus menerima segala perbedaan? Bersatu bukan berarti harus seragam. Hanya dua hal yang harus sama akidah dan tujuan perjuangan kita; Islam dan ridlo Allah Swt. Selebihnya adalah perbedaan yang akan menambah indah kehidupan kita bersama. Bersaudara bukan berarti menolak perbedaan. Bukankah perbedaan itu sudah ada sejak generasi pertama agama ini. Lihatlah bagaimana para khulafaur rasyidin dengan lapang dada menerima perbedaan di antara mereka, tanpa ada rasa dendam, fitnah atau caci maki.
Mari kita rajut kembali ukhuwah itu dengan semangat keikhlasan dan tentu saja dorongan iman. Marilah kita membuka mata lebar-lebar dan mendengarkan dengan seksama agar kita terhindar dari segala perpecahan. Saudara-saudara kita bukanlah semata yang ada dalam kelompok kita. Mereka yang berada di luar sana; baik yang belum sadar untuk kembali ke jalan Allah ataupun yang tengah meniti ridlo Allah pada jalur yang berlainan adalah saudara dalam keimanan dan perjuangan.
Alangkah sempitnya hati kita, dan dangkalnya pikiran kita seandainya menganggap ukhuwah adalah sebuah keseragaman, dengan menafikan perbedaan. Ayo kita bersama rajut keindahan ukhuwah Islamiyyah yang sejati itu karena sekali lagi setiap muslim adalah bersaudara.
Nas'alullah semoga blog kita ini bermanfaat. Wa Jazakumullahu kairol jaza'.....
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar